Minggu, 05 Januari 2020

Motif tenun ikat Alor


Spirit NTT 7-13 Januari 2008
WARNA dan motif tenun berbeda antardaerah yang menjadi basis tenun di Alor. Ada lima daerah basis tenun dan masing-masing memiliki ciri khas, baik dari segi motif maupun warna. Kelima basis tenun itu merupakan daerah kerajaan yang pernah ada di Alor. Di masa pendudukan Belanda, Alor terdiri atas lima kerajaan yaitu Kui, Batulolong, Kolana, Baranusa dan Alor.
Daerah Kolana, Kui dan Batulolong terkenal dengan tenun songket, sedangkan daerah tenun ikat terkenal adalah Ternate, Pulau Buaya, Baranusa, Koli Jahi dan Alor Kecil, yang masing-masing memiliki warna dan motif tersendiri. Ikan, penyu, naga dan bahkan gajah adalah motif yang ditemukan di antara tenun ikat Alor. Motif gajah diambil dari sutera India, dan patola yang dulu banyak ditemukan di Pantar. Saat ini, Patola jarang ditemukan tetapi bisa ditemukan di museum Kalabahi.
Dari segi pembentukan motif/pembuatan ragam hias hasil tenun terdiri atas tiga jenis, yaitu tenun ikat, tenun songket dan tenun buna. Pada tenun ikat, pembuatan ragam hias dengan cara mengikat benang lungsi kemudian diproses dengan pewarnaan tradisional. Tenun songket, pembuatan ragam hias dengan cara menambah benang pakan. Sementara pada tenun buna, ragam bias dibentuk dari proses penggandaan benang lungsi.
Awalnya kain tenun yang dihasilkan berupa sarung, selimut dan selendang yang pemanfaatannya masih terbatas sebagai alat pelindung badan, prestise/status sosial, upacara adat, mas kawin serta dianggap sebagai mitos karena menurut kepercayaan, corak/desain tertentu akan melindungi mereka dari gangguan alam, bencana, atau roh jahat.
Dalam hal tertentu, tenun ikat juga dipakai sebagai denda. Misalnya, untuk menyelesaikan pelecehan atau suatu tindakan yang tidak terpuji, kadang suatu keluarga dapat menuntut dibayarkan dengan tenun ikat sebagai pelengkap alat kompensasi.
Desain atau motif pada mulanya juga bersifat monoton, yang diwariskan secara turun-temurun. Motif tersebut berupa fauna (zoomorphic), figur manusia (antropomorph), stilisasi tumbuhan (flora), geometris serta replika ragam hias kain patola India.
Tetapi, seiring dengan kebutuhan konsumen saat ini, maka ukuran, motif, warna dan jenis kain tenun yang dihasilkan tidak hanya terbatas pada sarung, selimut, dan selendang saja. Kini, kain tenun itu bisa dipergunakan untuk bahan pakaian safari/jas, rompi, gaun terusan perempuan, kain gorden, bed cover, taplak meja, kotak surat, hiasan dinding, tas, dan dompet.
Di antara penenun, masih ada yang menenun secara tradisional. Pengerjaan tenun mulai dari pembersihan kapas (biji kapas dibuang) yang disebut baneha, kemudian pembersihan kapas dengan menggunakan alat menyerupai panah yang disebut buhung, dan dilanjutkan proses menggulung kapas menjadi benang. Benang yang terbentuk digulung jadi bola-bola.
Pada proses tenun songket, benang dicelup ke pewarna alami (kutulak) dengan cara dimasak di periuk tanah, kemudian benang yang sudah berwarna itu diikat untuk menjadi motif tenun songket dan kemudian ditenun.
Pencelupan warna sampai tiga kali dengan bahan warna bisa dari pohon kosambi, daun turi. Berbeda dengan tenun songket, pada tenun ikat, motif diikat baru ditenun.
Pemintalan dan pencelupan kapas dengan daun, akar dan kulit kayu memakan waktu dan tenaga. Cara tersebut sangat memakan waktu, sehingga pemakaian mesin pintal dan pencelupan sintetis muncul. Yang pasti perbedaan bahan itu, pastinya membuat perbedaan antara tenun alami dan sintetis.
Tenun ikat atau songket yang menggunakan bahan kapas dan pewarna alami memiliki warna tidak seterang warna tenun ikat dan songket yang terbuat dari bahan sintetis. Selain memakan waktu dan tenaga, tenun alami juga mengalami kendala dalam hal pengadaan kapas, sehingga sekalipun ada permintaan ekspor belum bisa dipenuhi para penenun. (nancy nainggolan)

Kain Tenun Ikat Alor Nusa Tenggara Timur

Kain Tenun Ikat Alor, NTT (https://lifestyle.kompas.com)
Motif kain tenun dari Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT), terbilang sederhana. Tidak rumit dan terbilang kurang laris ketimbang kain tenun dari NTT lainnya.
Namun, sekarang popularitas tenun Alor kian menanjak, terutama sejak para pembeli dari Jepang dan Jerman memburu kain yang kuat akan sentuhan etniknya tersebut.
Kain Tenun Ikat Alor, NTT (https://bandanaku.wordpress.com)
Masyarakat setempat, termasuk di Pulau Alor membuat tenun ikat dengan cara tradisional. Tiap kain butuh waktu 3 bulan!
Tenun sendiri merupakan kegiatan membuat kain dengan cara memasukan benang pakan secara horizontal pada benang-benang lungsin, biasanya telah diikat dahulu dan sudah dicelupkan ke pewarna alami. Pewarna alami tersebut biasanya dibuat dari akar-akar pohon, ada pula yang menggunakan dedaunan.
Proses pewarnaan alami (https://bandanaku.wordpress.com)
Proses pembuatan kain tenun ini dilakukan secara manual. Mulai dari proses ikat untuk pembentukan motif, sampai pencelupan warna yang dilakukan berulang-ulang. Ini karena satu warna saja butuh waktu selama 2-3 hari untuk pengeringan.
Kemudian, benang-benang yang sudah diikat ini akan ditenun untuk menjadi sebuah kain sarung. Nah, bayangkan, itu baru proses awalnya. Untuk menjadi kain sempurna, tiap penenun butuh waktu sedikitnya 3 bulan.
Sedang menenun (https://bandanaku.wordpress.com)
Tak heran, kain tenun jadi oleh-oleh wajib wisatawan yang berkunjung ke NTT. Anda juga bisa mengobrol dengan para penenun yang sudah melakukan tradisi tersebut selama puluhan tahun.
Bahan
Bahan dasar pembuatan kain tenun ikat NTT juga beragam. Perajin kain tenun yang tersebar di Kupang dan di berbagai daerah di NTT, menggunakan dua pilihan bahan: benang alami dari tanaman dan benang pabrikan. Benang alami, misalnya dari akar mengkudu yang digunakan perajin di Lembata, biasanya menggunakan pewarna alami dan cenderung gelap. Sedangkan benang pabrikan umumnya lebih terang. Tekstur kain tenun dari benang alam juga biasanya lebih tebal dibandingkan benang pabrikan. Perbedaan cara pembuatan ini memengaruhi harga. Biasanya, kain tenun ikat dari bahan alam harganya lebih tinggi.
Motif
Tenun ikat khas alor biasanya memiliki motif kenari, karena pulau ini memang dijuluki “Pulau Kenari”, selain itu motif satwa laut seperti ikan dan cumi-cumi juga banyak ditemui.
Pewarna
Pewarna dari bahan-bahan alami yang tersedia di Pulau Alor, daun, akar, sampai getah tanaman untuk dijadikan pewarna alami kain tenun.
Sentra Tenun Ikat Alor
Mama Syariat Libana, Profesor warna alam (https://lifestyle.kompas.com)
Di pulau Alor yang eksotis tersebut, sentra tenun ikat berada di Kecamatan Alor Barat Laut. Nama tempatnya ‘Gunung Mako’, tepatnya terletak di Dusun Hula, Desa Alor Besar, Kecamatan Alor Barat Laut, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur.
Juga Rumah produksi tenun ikat milik Mama Syariat Libana di Dusun Ula, Desa Alor Besar, Kecamatan Alor Barat Laut, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur, sekitar 30 kilometer dari Kota Kalabahi.
Mama Sariat terbilang penenun istimewa karena berhasil menemukan lebih dari 100 warna dari bahan pewarna alami. Karya Sariat dan para perempuan Alor ini berhasil diboyong sampai luar negeri.
Warna kuning, coklat dan biru bisa dihasilkan dari rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii (nama lokalnya katoni) atau Kappaphycus striatum (sacol). Datanglah ke lokasi pembuatan tenun milik Mama Sariat, penggerak tenun yang dijuluki profesor warna alam.
Tempat Penjualan
Untuk anda yang nggak mau jauh-jauh membeli aneka produk Kain Tenun NTT ke tempat asalnya, dapat ke Toko Jula Huba di lantai 1 Thamrin City, Jl. K.H. Mas Mansyur, Kebon Melati, Tanah Abang, Kebun Melati, Kota Jakarta Pusat.
Kain tenun ikat, berupa selendang atau selimut, biasanya menjadi incaran wisatawan untuk membawa oleh-oleh dari NTT. Namun aksesori lain seperti taplak meja, hiasan dinding, dompet, atau benda fungsional lainnya juga menjadi buah tangan tak kalah populer dari kawasan timur Indonesia. Ragam model aksesori dari tenun ikat NTT ini memanjakan mata, dan menggoda karena keunikan dan kekayaan motif yang terlihat semakin apik dalam aplikasi aksesori.

Bottom Ad Slot (728x90)